Judul : Jejak Arah Perjalanan
Tebal : 375 halaman
Sering kali, saya manganggap kader IMM (khususnya, IMM AR. Fakhruddin) mirip para tokoh yang ada di komik kesukaan saya yakni One Piece. Dalam komik itu diceritakan sekelompok bajak laut yang mempunyai impian mencapai Green Piece. Tujuan bajak laut dunia. Sebuah kapal kayu yang membawa mereka dan orang bernama Ruffi sebagai kapten meski kadang serampangan. Namun, ia ditopang oleh para sahabatnya yang mempunyai kemampuan berbeda. Ada Nafigator, Koki, Petarung, Dokter, Tukang Kayu sampai Arkeolog. Saya berkeyakinan bahwa setiap kader IMM mempunyai kemampuan yang berbeda satu dengan yang lainnya hingga bisa saling melengkapi. Ada banyak cerita yang kadang terlewatkan begitu saja sebagai kader dan menghilang seperti debu yang tertiup angin. Kala debu itu bisa dikumpulkan ditambah dengan kekuatan yang terpendam, bukan hal mustahil debu itu berubah menjadi wedhus gembel. Sesuatu yang sangat berbahaya namun mempunyai dampak menyuburkan tanah. Dan Buku ini merupakan sebuah refleksi, kesoktahuan, pengalaman dan kesok-idelalisan saya. Makanya, hampir tak ada kekuatan sastra yang melekat.
Jika seseorang dianggap romantis dengan memberi kue tar dan mawar merah pada pacarnya ketika ulang tahun. Saya hanya bisa memberikan cerita dalam pencarian sebagai kader IMM menjelang MILAD IMM ke-47 ini. Setidaknya, saya bisa memberikan sesuatu pada yang saya cintai. Rasanya, sayang sekali melewatkan banyak cerita bersama orang yang sebenarnya memberikan banyak hal. Masa indah yang pernah dilalui jelas tak pernah mungkin bisa kembali, meski harus menangis darah. Saya menulis catatan ini cukup lama sekitar beberapa tahun lalu dan mencapai ribuan lembar. Ada banyak hal yang melatar belakangi kenapa saya harus menulis apa yang saya kerjakan. Bukan mau menjadi Madit Musyawarah tapi hanya untuk mengetahui sejauh mana saya bisa belajar dan memperbaiki kesalahan terlebih kadang saya seorang pelupa ulung. Terasa sangat berdosa jika saya melupakan orang yang telah banyak berkontribusi dalam perjalanan hidup yang kian menghimpit ini. Mereka yang ada dalam catatan ini merupakan salah satu diantara sekian juta orang yang saya temui dan mengajarkan saya banyak hal sampai usia ini menjelang seperempat abad. perjumpaan saya dengan sesama kader IMM (khususnya IMM AR. Fakhruddin) begitu banyak mengasah diri dan terus berpacu lebih baik tanpa banyak menafikkan yang lain. Tapi, merekalah yang sering saya temui.
Awalnya, saya sangat enggan untuk menulis catatan ini (baca; menjadi buku) karena banyak subjektifitas. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin menghindari subjektifitas itu. Namun sebagai sebuah catatan harian hal itu memang tak bisa dielakkan begitu saja. Selain subjektifitas ternyata ada daun lain yakni banyaknya asumsi yang merebak. Ya, saya pikir buku ini lebih tepat dianggap “jejak arah perjalanan”. Harapan saya buku ini seperti sebuah virus yang menjalar pada semua kader agar terbiasa menulis dengan bentuk apa pun. Tak ada patokan pasti seseorang untuk tidak menulis, sebab menulis itu merupakan panggilan jiwa dan hasil luapan hati juga pikiran. Saya tetap berkeyakinan bahwa tiap perjalanan seseorang pasti ada magnum opus-nya sendiri. Saya tetap optimis, pekerjaan kebaikan pasti akan menghasilkan kebaikan pula. Ya, Pekerja kebaikan hanya akan menerima buah kebaikannya disuatu waktu yang tak ada dalam alam pikiran.
Saya menyadari membaca tulisan ini sangat membuat mata tidak nyaman dan lelah. Terlebih, sebelum membaca hanya memikirkan jumlah yang banyak dan font huruf kecilnya. Istirahatlah jika sudah lelah membaca. Baca kembali besok pagi, lusa atau beberapa hari kedepan. Saat waktu sudah luang untuk membaca. Saya tak mau memaksa menjadi orang yang gila membaca. Jika orang gila itu berfikir diluar cara berfikir orang banyak maka gilalah!
******
Sepenggal cerita diwaktu lampau...
Saat terlahir ke alam dunia saya tak bisa melihat banyak hal di alam sekitar. Perlahan saya melihat banyak senyum menyapa, dialah keluarga. Beranjak dewasa, sudah mulai banyak mengenal isi alam dan dinamika hidup hingga menyebabkan terjebur dalam kubangan kebaikan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Saya mulai melihat Mas Sam, Mbak Lia, Mas Taufiq, Mas Sobar, Mas, Alung, Mas Alek, Mas Abi, Mas Fauzi, Mas Irvan, Mbak Dewi, Bang Bowo, Bang Ijal, Bang Andre, Mas Patra, Mas Miko, Mas Zain, Mas Faris, Mas Sigit, Bang Oji, Mas Ma’ruf, Achan, Amri, Ilham, Kholis, Anshori, Hendri, Mas Sulis, Helmi, Joko, Dayat, Helmi, “Semua” Irul, Fahd, Mbak Ratna, Mas Ucup, Mbak Weni dll. Merekalah yang mengajarkan saya tentang alfabeta dan abata ikatan ini. Saya mengadari tak banyak tahu sesuatu yang sebenarnya ada dalam tubuh ikatan ini. Wajarlah, bukan terlahir dari bapak ikatan ini. Ya, saya lahir dari seorang Nahdiyyin. Dan bangga akan hal itu.
Perlahan alam kemudian bergeser dengan sendirinya berdasarkan arahan waktu yang kian menyapa dan mengajakku untuk bisa berbicang dengan Cesa, Fajar, Amri, Nazar, Zulfan, Bagus, Barli, Irul Ndut, Ipung, Mas’udi, Anam, Andang, Nandria, Shella, Uus, Asa, Heni, Dyah, Farah, Rida, Udin “fahri”, Lala, Ari Zamak, semua yang bernama Ihsan, Nafis, Luthfi, Takim, Raihan, Ame, Harry, Noval, Naufal, Ifah, Fuadah dan seluruh anak 2005 dan 2006 yang mengajak tertawa dan saling mengejar mimpi yang tak dimengerti. Tiupan angin yang kadang terasa sangat kencang hanya menyebabkan harus memutar arah mencari pegangan yang mampu membuat bertahan walau sejenak. Sial, saya bertemu dengan Nasik yang malah membawa terjebak dalam sebuah pertanyaan besar dan jalan yang benar. Kesialan yang harus disyukuri berkat dialah saya bisa memahami ikatan ini meski dengan dengan cara tertatih. Waktu yang kian berlalu menempatkan diri terdampar dalam sebuah kenyamanan belajar bersama Halim yang begitu senang makan krupuk. Kadang, saya merasa cukup heran mengapa ia begitu suka makan krupuk rambak. Impiannya menjadi burjois shaleh sudah mulai ia rancang dan sulit untuk saya mengerti. Kata “saya pikir..” meletup dari bibirnya tanpa sengaja menunjukkan ia seorang pemikir.
Semuanya, harus mensyukuri apa yang dialami sekarang ini. Dengan Amin yang hampir mempunyai rasa kegelisahan yang sama membawa diri untuk belajar perkaderan ikatan. Setiap perbuatan baik pasti menghasilkan kebaikan begitulah pesannya. Aie’, orang yang begitu suka begadang dan punya teknik orasi baik. Sampai saat ini ia masih mengajak dan memberikan pelajaran. Mirza, orang yang mengawali perjalanan ke cabang dengan rentetan dinamika yang melingkarinya. dialah orang pertama yang mengapresiasi tulisan kacau saya. Penuh dengan impinan menjadi orang besar, impian yang tak dimiilki semua orang. cong, kita mulai semua itu awal. Leni, mantan sekum yang kadang suka menggenjet saya dengan urusan administrasi. dialah yang mengajarkan saya cara bertanya dalam ikatan ini. Robi, orang begitu suka berada dijalan tengah. Mengajaknya marah sungguh sangat susah, sama seperti halim. Agaknya, mereka berdua hadir telat dalam pembagian marah oleh Tuhan. Orang paling tebal menyebut huruf “S” hanya dimiliki oleh Udin. Orang yang bermimpi menjadi seorang advokat. Ucapan “komsat” untuk mengatakan komisariat malah menjadi budaya tak disadari saat ini.
Akhyar, orang yang sama-sama hadir dalam pembagian cepat “marah” oleh Tuhan meski saya tidak bertemu. Gagasan alternatifnya yang terlalu frontal kadang sulit untuk diterima, namun ia pendengar yang baik. Ikhsan-Erna, dua sejoli yang tak bisa dipisahkan penuh dan pertimbangan. Inisiator baik saat diri sudah mulai lelah. Kepada kalian piala iguana dipersembahkan. Iru “Fuadi”, orang yang paling cepat meninggalkan kepengurusan cabang untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang imam. Saya tahu kamu masih ingat dengan pak Menteri (Menpora). Riris-sismi, saya angkat topi bagi kalian berdua yang saat ini sudah menjadi ibu yang baik. Fitrah, seperti langit dan bumi jika bertemu dengan Leni. Ledeklah mereka yang kadang sulit untuk akur. Paling tidak saya mengakui bahwa ia mempunyai kemampuan intelektual kuat. Kalian yang tak tersebutkan saya meminta maaf penyakit lupa sedang menghinggap saat jari ini menari diatas keyboard. Pada kalian piala maaf saya persembahkan.
***
Ditepian senja..
Saat sudah seharian bekerja tiba saatnya menikmati hasil keringat. Menatap langit dengan bentang lazuardi biru memerah menggantung ditepian barat. Sedikit asa yang terpendam menyebabkan harapan besar tetap menyala. Akankah hari esok, matahari mengintip di ufuk timur. Menikmati cengkrama dan tawa seorang anak berjas merah dipeluk lencana. Kepada kalian generasi baru, setelah kami mulai beranjak pergi. Meninggalkan sedikit pesan dan tanya yang tak terjawab. Tak pernah ada haram ijtihad untuk memberi terobosan baru dalam gerak. Lakukan dan berilah yang terbaik kelak kita semua harus tersenyum melihat hasil.
Sedikit harap dialamatkan pada Mahdi, Rijal, Azi, Tunggal, Bolang, Amriza, Rangga, Tangguh, Riska, Fitri, Mad, Siti, Zul, Septa, Bima, Kamal, Rifandi, Rubi, Anggun. Kaum Intruktur : Muti, Januar, Husnu, Septi, Denis, Reza, Ika, Edo, Syadah, Janan, Ari, Tyo, Adit, Jenal, Agung, Farhan, NN, Siska, Ipung. kalianlah penerus nafas dari apa yang sudah dilakukan oleh para pendahulu. Jangan menyerah untuk sama-sama belajar memantaskan diri menjadi orang besar. Orang besar adalah mereka membesarkan jiwanya untuk membesarkan orang lain melebihi dirinya sendiri.
Diakar rumput yang bergoyang masih ada sebagian anak yang tetap berteriak menyuarakan dan mempertanyakan banyak hal termasuk kebenaran. Muji, Dede, Mazia, Prasojo, Afif, Dian, Fifin, Rila, Nurul AS, Chandra, Icha, Hakiki, Utami, Raya, Fitri, Wahyu, Pratiwi, Endro (kader 2 juta), Bento, Adi, Desi, Fahmi, Ifa, Tukijo, Ari, Ida dan seluruh kader IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta, maaf tak bisa diabsen satu persatu, tak muat ruang kertas ini. Untuk teman-teman DPD IMM DIY dengan kalianlah episode berikutnya.
Dunia, benar! dunia yang harus dipilih untuk mencari alasan telah membentang luas di depan mata. jika mimpi tiada akhir adalah pemandu kalian maka lampauilah dibawah kibaran bendera tekat membara! Begitu ungkapan saat mau mulai film One Piece. Apapun yang terjadi kedepan semua pasti berharap kader ikatan ini begitu angkuh menghadapi segala persoalan.
Selamat berjumpa dilain waktu dengan sesuatu yang tak biasa..
*) Silahkan mengopy soft copy buku ini dan Melawan Lupa di kontrakan cabang (Amriza). GRATIS!
0 comments:
Posting Komentar